Ini Merupakan blog pribadi saya, sebagai arsip pribadi yang bisa disaksikan untuk umun dan semoga bermanfaat, Berisi Ilmu Pendidikan, Info Unik, Terbaru, Cerita Seru, Tugas Kuliah, dan Masih banyak lagi.

Wednesday 26 October 2016

Zaman Modern




Filsafat hukum di zaman ini berdasarkan rasionalitas pemikiran manusia dan empirisme. Selain itu, kedaulatan berada ditangan rakyat dan nilai manusia pribadi diakui sebagai subjek hukum. Hal ini membuka zaman baru yang dapat melahirkan aspirasi revolusi Prancis pada tahun 1789. Para filsuf yang dikenal di zaman modern, diungkapkan secara berturut-turut sebagai berikut.
Rudolf von Jhering (1818) menolak teori Hegel. Hegel mengungkapkan bahwa hukum adalah ekspresi dari kemauan umum (general will) dan tidak mampu melihat bahwa faktor-faktor utilitaritas dan kepentingan-kepentingan menentukan eksistensi hukum. Selain itu, Rudolf von Jhering juga menolak anggapan bahwa hukum adalah ekspresi spontan dari kekuatan bawah sadar seperti yang diungkapkan oleh von Savigny. Ia juga menolak pendapat van Savigny yang mengabaikan perjuangan secara sadar untuk melindungi kepentingan warga masyarakat. Oleh karena itu, Rudolf von Jhering manganut orientasi kultur yang luas. Kontribusi Jhering adalah keyakinannya (penekanannya) bahwa fenomena hukum tidak dapat dipahami tanpa pemahaman sitematik terhadap tujuan hukum yang berakar dalam kehidupan sosial. Tanpa pemahaman dimaksud, tidak akan mungkin ada aturan-aturan hukum.
Tidak ada tujuan berarti tidak ada kemauan. Berdasarkan pernyataan itu, Rudolf vo Jhering bercirikan aliran filsafat hukum yang biasa disebut positivism. Sebab, ia mendefinisikan hukum sebagai sejumlah aturan yang memaksa berlaku dalam suatu negara. Selai itu Rudolf Von Jhering juga mempunyai pendapat yang bercirikan aliran sociological dan “hukum bebas”.
Herman Kantorowitz sebagaimana yang dikutip oleh Lili Rasyidi, menyatakan bahwa Jhering tidak cukup memberikan perhatian pada konflik kepentingan belakang perundang-undangan (kaidah-kaidah hukum); hukum merefleksikan (mencerminkan) kepentingan-kepentingan dominan. Philip Heck adalah salah seoarang eksponen utama “kelompok penekan” mengemukakan bahwa gerakan interses Jurisprudence yang baru didasarkan pada kesadaran bahwa hakim tidak dapat menangani kebutuhan kebutuhan hidup yang hanya melalui konstruksi logika untuk hasil yang memuaskan.
Gerakan “hukum bebas” (free law) memperkuat sentiment ini dengan menyatakan “logika hukum” (legal logica) dan ilmu hukum tentang konsepsi adalah tidak kuat untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang praktis, melainkan hakim tidak hanya sering terpaksa melampaui undang-undang, tetapi sering harus melampauinya. Karena, di zaman ini para filsuf memusatkan perhatiannya pada penggarapan tarhadap landasan dari kebijakan hukum (politik hukum) yang lebih mendetail.
Eugen Erich (1862-1922) adalah seorang teoritis free law mengungkapkan bahwa pusat dari bobot perkembangan hukum tidak terletak dalam legalitas dan keputusan yudisial, tetapi dalam masyarakat itu sendiri. Menurutnya, di dalam masyarakat dalam proposisi hukum.
Lain halnya Hans Kalsen yang terpengaruh oleh epistimelogi Neo Kantian, salah seorang eksponen utama positivism yang dianggap sebagai tokoh yang paling kontroversial dan mungkin paling berpengaruh secara tajam yang membedakan antara yang ada dan yang seharusnya ada. Ia secara konsekuen membedakan antara ilmu alam dan disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu hukum yang mempelajari fenomena normatif.
Gustav Radbruch (1878-1949) yang tidak membentuk satu aliran filsafat hukum. Namun, tampak pemikirannya mempunyai banyak kesamaan dengan pandangan Hans Kalsen. Gustav Radbruch berpendapat bahwa hukummerupakan suatu gejala kultural yang dapat dipahami melalui hubungan pada nilai-nilai yang diperjuangkan manusia untuk diwujudkannya melalui hukum. Karena perang dunia I telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang apakah pemisahan hukum dengan moral dari positivism hukum yang populer telah membantu bangkitnya Nazisme di Jerman.
Roscoe Pound (1870-1964), salah seorang filsuf di Amerika Serikat yang beraliran sosiologi hukum. Ia mengemukakan bahwa hukum itu berada antara law in books dengan law in action. Selain itu, ia mengemukakan pentingnya suatu studi yang cermat terhadap pelaksanaan aktual dari institusi hukum. Akibat dari pendapat Pound sehingga sering dihubungkan dengan pendekatan social engineering terhadap hukum. Selanjutnya, Roscoe Pound mengemukakan bahwa hukum berisi perintah dan unsur ideal. Diantara pemerintah itu, Pound membedakan antara aturan, asas, konsepsi, doktrin dan standart. Pada masa tuanya pandangan Pound bergeser kea rah suatu jenis pemikiran hukum alam, yaitu hubungan yang erat antara hukum dengan moralitas.
Joseph W. Bingham (awal abad ke-20), seorang yang beraliran filsafat hukum realistis mengungkapkan bahwa aturan hukum seperti kaidah ilmiah, tidak mempunyai eksistensi yang independen karena hanya merupakan konstruksi mental yang dengan mudah meringkaskan fakta-fakta particular. Oleh karena itu, kaidah hukum sesungguhnya adalah keputusan-keputusan yudisial. Aturan dan asas termasuk faktor kusatif (secara mental) yang ada dibelakang keputusan itu. Nominalisme dan behaviorisme ini menjadi ciri khas filsuf yang beraliran realis. ( Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hal 17).









Sumber :


Kusumohamidjojo, B. (2011). Filsafat Hukum Problematika Ketertiban Yang Adil. Bandung: Mandar Maju.
Rasjidi, L., & Ira, T. R. (2003). Pengantar Filsafat Hukum. Bandung: Mandar Maju.

Zaman Modern Rating: 4.5 Diposkan Oleh: In sepiring inovation

0 komentar:

Post a Comment