1.
Mazhab Historis
Dalam pandangan Von Savigny, hukum tidaklah berada
demi dirinya sendiri. Artinya, dia terjadi dan berada karena dikehendaki. Hakikat hokum lahir terutama karena manusia
yang membutuhkan hokum dalam hidupnya (yang seharusnya lebih banyak
dikendalikan oleh akalnya dan sedikit sekali oleh nalurinya). Hokum karena itu
tumbuh terus bersama rakyat, berkembang bersamnaya, kemudian sirna bersama
rakyat ketika rakyat itu kehilangan identitasnya, karena hokum itu terjadi dan
hidup bersama rakyat. Seberapa jauh penilaian tersebut dapat kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari.
Seperti yang terjadi pada zaman orde lama, orde baru,
dan zaman reformasi, boleh-boleh saja pemerintah dan DPR memberlakukan
peraturan atau undang-undang, tetapi semua itu Cuma akan menjadi huruf mati,
jika konsep yang menjadi jiwa peraturan atau undang-undang itu ternyata tidak
berakar dalam pemahaman rakyat.
Kelemahan dari
madzhab historis sendiri ialah dia bersandar pada adagium romawi kuno yitu vox populi vox Dei yang maksudnya yaitu
pendapat rakyat adalah pendapat tuhan, sehingga diasumsikan bahwa pandangan
rakyat itu selalu merupakan pandangan yang benar. Maka dari itu mengapa dalam
kerangka berfikir Platon, rakyat juga perlu menjalani proses pendidikan untuk
bias menuju kepada kehidupan yang lebih baik.
2. Mazhab Positivis
Positivisme adalah
aliran pemikiran yang bekerja berdasarkan empirisme, dalam upaya untuk
merespons keterbatasan yang diperlihatkan oleh filsafat spekulatif
seperti yang menonjol lewat aliran idealism jerman klasik. Comte mengatakan
bahwa kemajuan masyarakat manusia berlangsung menurut “Hukum Tiga Stadium”
dalam stadium teologis, alam semesta diterangkan secara supra natural.
Berikutnya, dalam stadium
filsafat semua hal ada diterangkandengan kekuatan akal dan gagasann. Baru dalam
stadium positif pemaduan aneka gejala itu dimungkinkan dalam bentuk hokum.
Menurut comte, para insinyur social akan mampu menentramkan masyarakat dengan
membangun suatu agama kemanusiaan yang menjadikan dirinya sendiri sebagai pusat
orientasi.
Program pokok positivism dibidang hokum adalah usaha
untuk mengembalikan hokum kepada kepentingan eksistensial. Dalam kerangka
seperti itu, setiap perilaku yang dilakukan berulangkali akan dianggap sebagai
hokum, sedangkan apa yang dianggap normal akan menjadi norma.
3. Mazhab Hukum Murni
Mazhab ini dikenal juga dengan nama neokantianisme,
karena kaum neokantianis kembali mempersoalkan das sollen (yang harus) dan das
Sein (yang ada). Itu adalah cerita lama yang mulai dimunculkan oleh platon
dua millennium sebelumnya dan dipersoalkan lagi oleh Immanuel Kant.
Halsen hendak membangun hokum positif yang bersumber
pada hokum yang murni. Hokum positif itu sendiri bersifat dinamis. Karena itu
teleology dan hermeneutic berperan bagi manusia sebagai metode untuk terus
menerus menafsirkan dan merumuskan ulang hokum alam yang tidak berubah itu.
Hokum alam mencerminkan citra penciptaan alam semesta sebagai konsepsi yang
sempurna. Adalah keterbatasan manusia yang memojokan untuk
terus menerus harus menemukan jalan guna menempatkan diri dalam alam yang
sempurna itu. Proses yang terus menerus itulah yang rupanya hendak ditanggapi
oleh mazhab dialektis.
Menurut kaum Neohegelian, dialektik adalah suatu
metode untuk menangkap keseluruhan dari satuan-satuan momen dalam suatu
keanekaragaman. Itu memang sesuai dengan ajaran Hegel, yang antara lain
mengatakan, kebenaran adalah keseluruhan.
Interperensi lebih jauh adalah, hokum karenanya memiliki komponen – komponen
yang normative, dan komponen yang factual, yang saling mempengaruhi secara
sintetis.
Akibatnya, eksistensi hokum terdapat dalam
pel;aksanaannya, sehingga hanya undang-undang yang ditetapkan terhadap suatu
kasus akan merupakan hokum yang sebenarnya. Pokok dalam teori dialektik dengan
demikian adalah pengakuan bahwa hokum tidak dimengerti sebagai tata norma Syang
abstrak, melainkan sebagai kaitan yang dialektis antara norma dan
perwujudannya.
5. Mazhab Realis
Pengikut mazhab ini dikenal dengan sebutan kaum
Neopositivis. Hokum sebenarnya merupakan rumusan dari kepentingan hidup
manusia. Neopositivis dapat dibagi
kedalam tiga aliran yang masing-masing sebagai berikut.
- Aliran teori analitis, yang asumsinya dirintis oleh John Austin (1790-1861). Dalam pandangan Austin sangat jelas bahwa hokum harus ditemukan dalam undang-undang yang diterapkan oleh penguasa yang berdaulat.
- Aliran Neokantian sepertiyang diwakili oleh Hans Kelsen, yang inti dari ajarannya yaitu merumuskan hokum sebagai tatanan normative yang memaksa perilaku manusia.
- Aliant teori empiris yang terurai dalam karya sejumlah pemikir , antara lain J. Raz yang memutuskan diri pada teori sistem H Albert yang memahami hukum sebagai kenyataan social, A.de Wild yang mendekati hukum secara empiris semata dan menolak dialektika, dan Glastra Van Loon yang menganjurkan untuk memberi perhatian kepada kenyataan bagaimana hukum sebenarnya berfungsi dan berhadapan dengan penghapusan yang sah dari warga masyarakat.
Karl Jaspers (Jerman, 1883-1969) berpendapat bahwa
manusia selalu lebih daripada apa yang diketahuinya tentang dirinya sendiri,
apalagi jika hanya teknologi yang dihasilkannya, perlu dipahami adanya
perbedaan besar antara usaha untuk merancang undang-undang dan peraturan dengan
pandangan ke depan untuk mengantisipasi kebutuhan manusia sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi, dan di sisi lain suka
untuk mengatur perkembangan masyarakat melalui undang-undang dan peraturan.
Sumber :
Kusumohamidjojo, B. (2011). Filsafat Hukum
Problematika Ketertiban Yang Adil. Bandung: Mandar Maju.
Rasjidi, L., & Ira, T. R. (2003). Pengantar
Filsafat Hukum. Bandung: Mandar Maju.
0 komentar:
Post a Comment