Ini Merupakan blog pribadi saya, sebagai arsip pribadi yang bisa disaksikan untuk umun dan semoga bermanfaat, Berisi Ilmu Pendidikan, Info Unik, Terbaru, Cerita Seru, Tugas Kuliah, dan Masih banyak lagi.

Saturday 7 February 2015

MODEL PEMBELAJARAN (Contextual teaching learing, Cooverative Learning dan Problem Based Learning)



Belajar, ayo kawan mari belajar, namun supaya belajar kita tidak membosankan dan gitu-gitu aja, dan tentunya dapat mencapai hasil yang baik maka kita harus dapat menguasai model dari pembelajaran, nah disini saya akan mencoba menjelaskan tentang beberapa model pembelajaran dari buku yang telah saya baca, semoga apa yang telah saya tulis ini bisa bermanfaat ya bagi pembacanya hehehe..... 

 

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain factor tersebut yaitu mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas.
Dengan model pembelajaran siswa diharapkan akan mampu “berselancar dalam kesemerawutan”, mendapatkan feedbackuntuk mendapatkan konsolidasi ke dalam, yang ditujukan untuk mengambil keputusan darurat dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi berbagai kejadian yang begitu kompleks dan chaos di masa depan secara adaftif dan inovatif.
            Model pembelajaran merupakan suatu metode untuk belajar mengajar yang dibentuk supaya dapat mencapai dari tujuan pembelajaran tersebut.
Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan mpdel pembelajaran?
2.      Seperti apakah model pembelajran kontekstual (Contektual Teaching Learning)?
3.      Seperti apakah model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)?
4.      Seperti apakah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning)?




BAB II
KAJIAN TEORI
MODEL PEMBELAJARAN
Pengertian
Model pembelajaran adalah  suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lain-lain (joyce, 1992; 4). Selanjutnya, joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran untuk memebantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan system pengelolaannya.Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model-model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang  tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:
1)      Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2)      Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
3)      Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan
4)      Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.



A.    Contextual Teaching Learning
Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistic yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
1.      Pandangan Belajar Menurut Pendekatan Konstektual
a.      Proses Belajar
1)      Belajar tidak hanya menghafal, akan tetapi mengalami dan harus mengkonstruksikan pengetahuan.
2)      Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan fakta-fakta atau proposisi yang integral, dan sekaligus dapat dijadikan keterampilan yang dapat diaplikasikan.
3)      Peserta didik memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi situasi baru dan dibiasakan belajar menemukan sesuatu bagi memecahkan masalah dalam kehidupannya.
4)      Belajar secara kontinu dapat membangun struktur otak sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang diterima.

b.      Karakteristik Contextual Teaching Learnig
Model pembelajaran kontekstua memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Kerjasama antar peserta didik dan guru (cooperative)
2)      Saling membantu antar peserta didik dan guru (assist)
3)      Belajar dengan bergairah (enjoyfull learning)
4)      Pembelajaran terintegrasi secara kntekstual.
5)      Menggunakan multimedia dan sumber belajar.
6)      Cara belajar siswa aktif (student active learning)
7)      Sharing bersama teman (take and give)
8)      siswa kritis dan guru kreatif
9)      dinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa.
10)  Laporan siswa tidak hanya buku rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain sebagainya.

c.       Prinsip Contextual Teaching Learning
1.      Kesaling Bergantungan (Intedepedensi)
Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang.
Prinsip ini mengajak para pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, peserta didik, stakeholder, dan lingkungannya.
Bekerjasama (collaborating) untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan alternatif pemecahan masalah.
Prinsipnya menyatukan berbagai pengalaman dari masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi (reaching high standars) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi peserts didik untuk mencapainya.
2.      Perbedaan (Diferensiasi)
Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman, perbedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated learning) yang dapat mengkonstruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konstek tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapaitujuan secara penuh makna (meaningfulness).
Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesa data, guna pemecahan masalah.
Terciptanya kemampuan peserta didk untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning) yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
3.      Pengaturan Diri
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri, dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri.
4.      Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Penggunaan penilaian autentik, yaitu menantang peserta didik dapat mengaplikasikan berbagai informasi akademis baru dan keterampilannya kedalam situasi konstektual secara signifikan.
d.      Komponen Contextual Teaching Learning
Beberapa komponen yang ada di dalam metode Contextual Teaching Learning adalah sebagai berikut
1.      Konstruktivisme (Constructivism)
Contextual Teaching Learning dibangun dalam landasan konstruktivisme yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun peserta didik secara sedikit demi sedikit (incremental) dan hasilnya diperluas melalui konteks terbatas.
Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan baru secara bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mentransformasi informasi kedalam situasi lain secara konstektual. Oleh karena itu, proses pembelajaran merupakan proses mengkontruksi gagasan dengan strateginya sendiri bukan sekedar menerima pengetahuan, serta peserta didik menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran (child sentre)
2.      Menemukan (Inquiry)
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik merupakan proses penemuan (Inquiry) terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Proses inquiry terdiri atas:
a)      Pengamatan (observation);
b)      Bertnya (questioning);
c)      Mengajukan dugaan (hypothesis);
d)     Pengumpulan data (data gathering);
e)      Penyimpulan (conclusion).



3.      Bertanya (Questioning)
Proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik diawali dengan proses bertanya. Proses bertanya yang dilakukan peserta didik sebenarnya merupakan proses berpikir yang dilakukan peserta didik dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Proses bertanya ini sangat beratri untuk:
a)      Membangun perhatian (attenton building)
b)      Membangun minat (interest building)
c)      Membangun motivasi (motivation building)
d)     Membangun sikap (aptitude building)
e)      Membangun rasa keingin tahuan (curiosity building)
f)       Membangun interaksi antar siswa dengan siswa
g)      Membangun interaksi antar siswa dan guru
h)      Interaksi antar siswa dan lingkungannya secara konstektual
i)        Membangun lebih banyak lagi pertanyaan yang dilakukan siswa dalam rangka menggali dan menemukan lebih banyak informasi (pengetahuanI dan keterampilan yang diperoleh peserta didik.

4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Proses pembelajaran merupakan proses kerja sama antar peserta didik dengan peserta didik, antar peserta didik dengan gurunya, dan antara peserta didik dengan lingkungannya.
Proses pembelajaran yang signifikan jika dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar, baik secara homogen maupun secara heterogen sehingga didalamnya akan terjadi berbagai masalah (sharing problem), berbagai informasi (sharing information), berbagi pengalaman (sharing experience), dan berbagai pemecahan masalah yang memungkinkan semakin banyaknya pengetahuan dan kerampilan yang diperoleh.
5.      Pemodelan (Modeling)
Proses pembelajaran akan lebih berarti jika didukung dengan adanya pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan (identifikasi) maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu.
Pemodelan dalam pembelajaran bisa dilakukan oleh guru, pesertadidik, atau dengan cara mendatangkan narasumber dari luar (outsourcing), yang terpenting dapat membantu terhadap ketuntasan dalam belajar (mastery learning) sehingga peserta didik dapat mengalami akselerasi perubahan secara berarti.
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi dalam pembelajaran adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau berfikir ke belakang tentang apa yang sudah dipelajarinya di masa lalu. Refleksi pembelajaran merupakan respons terhadap aktivitas atau pengetahuan dan keterampilan yang baru diterima dari proses pembelajaran. Peserta didik dituntut untuk mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan dan keterampilan yang baru sebagai wujud pengayaan atau revisi dari pengetahuan dan keterampilan sebelumnya.
Guru harus dapat membantu peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, peserta didik akan memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya mengenai apa yang baru dipelajarinya.
Kuncinya adalah bagaimana pengetahuan dan keterampilan itu mengendap di jiwa peserta didik sehingga tercatat dan merasakan terhadap pengetahuan dan keterampilan baru tersebut.
Pada akhir proses pembelajaran sebaiknya guru menyisakan waktu agar peserta didik melakukan refleksi, yang dapat diwujudkan dalam bentuk :
a)      Pernyataan langsung peserta didik tentang yang diperoleh hari itu;
b)      Jurnal belajar di buku pribadi peserta didik;
c)      Kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran hari itu.

7.      Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian merupakan proses pengumpulan data yang dapat mendeskripsikan mengenai perkembangan prilaku peserta didik. Pembelajaran efektif adalah proses membantu peserta agar mempu mempelajari (learning to learn) bukan hanya menekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.
Oleh karena penilaian menekankan pada proses pembelajaran, data yang dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran. Kemajuan belajar peserta didik dinilai dari proses, tidak semata dari hasil. Oleh karena itu, penilaian authentic merupakan proses penilaian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dimana penilai tidak hanya guru, tetapi juga teman siswa ataupun orang lain.
Adapun karakteristik dari penilaian authentic antara lain sebagai berikut:
a)      Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
b)      Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta apakah peserta didik belajar? Atau apa yang sudah diketahui peserta didik?
c)      Penilaian dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dilakukan dalam beberapa tahapan dan periodik, sesuai dengan tahapan waktudan bahasannya, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif.
d)     Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan utuh.
e)      Hasil penilaian digunakan sebagai feedback, yaitu untuk keperluan pengayaan (enrichment) standard minimal telah tercapai atau mengulang (remedial) jika standar minimal belum tercapai.

B.     Cooperative Learning
Cooperative learning yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil peserta didik untuk bekerjasama dalam rangka mengoptimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
1.      Ruang Lingkup Cooperative Learning
a.      Landasan Pemikiran
Jika disusun dengan baik, belajar kompetitif dan individualistis akan efektif dan merupakan cara memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik. Meskipun demikian, terdapat beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan individualistis, yaitu:
1)      Kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sebagai contoh jika seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah;
2)      Siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi;
3)      Siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal;
4)      Dapat membuat frustasi siswa lainnya.
Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
b.      Tujuan Cooperative Learning
Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latarbelakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
Zamroni (2000) mengemukakan bahwa menfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.

c.       Unsur Penting dalam Cooperative Learning
Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1)      Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan trikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.
2)      Interaksi antar siswa yang semakin meningkat. Hal ini terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah, karena kegagalan seseorang dalam kelompok memengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
3)      Tnggung jawah individual. Tanggung jawab ini dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.
4)      Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperetif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
5)      Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

d.      Implikasi Cooperative Learning
           Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut:
1)      Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar, juga membentuk forum dimana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari oendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
2)      Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
3)      Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemonstrasikan secara onjektif. Seorang siswa dapat memengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
4)      Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5)      Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan.

C.    Problem Based Learning
           Problem based learning, merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditunjukan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran.
Namun ada beberama masalah dalam penerapan model pembelajaran ini, sehingga mengurangi atau tidak optimalnya hasil dari metode pembelajaran berdasarkan masalah ini, masalahnya yaitu siswa hanya mampu menghapal konsep tetapi kurang mampu dalam menggunakan konsep tersebut, jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki.Selain itu guru hanya menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
1.      Ciri-ciri Khusus Problem Based Learning
Menurut Arends (2001:349), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukansituasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
2)      Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidikki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.
3)      Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
4)      Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and Wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program computer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada temen-temennya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternative segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
5)      Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motifasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inquiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.





2.      Tujuan Problem Based Learning
a.      Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah
           Problem based learning memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain PBL melatih kepada peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi.
           Hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak dapat diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang kebih konkret, tetapi hanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) oleh peserta didik sendiri.
b.      Belajar Peranan Orang Dewasa yang Autentik
           Menurut Resnick (dalam Ibrahim dan Nur, 2007:7), bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah amat penting untuk menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai diluar sekolah. Berdasarkan pendapatnya maka PBL memiliki implikasi:
1)      Mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas;
2)      Memiliki elemen-elemen belajar magang, hai ini mendorong pengamatan dan dialog-dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau diajak dialog (ilmuan, guru, doctor, dan sebagainya);
3)      Melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap fenomena tersebut secara mandiri.

c.       Menjaga Pembelajar yang Mandiri
           Problem Based Learning berusaha membantu siswa menjadi pembelajaran yang mandiri dan otonom.Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam hidupnya kelak.

3.      Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning
           Disini akan dibahas mengenai kelebihan dan kerurangan dari model pembelajaran berdasarkan masalah, kelebihan dari model pembelajaran berdasarkan masalah ini diantaranya:
1)      Realistic dengan kehidupan siswa;
2)      Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa;
3)      Memupuk sifat inquiry siswa;
4)      Retensi konsep jadi kuat;
5)      Memupuk kemampuan Problem solving.
            Selain memiliki kelebihan, medel pembelajaran masalah juga memiliki berbagai kekurangan, antara lain:
1)      Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks;
2)      Sulitnya mencari problem yang relevan;
3)      Sering terjadi mis-konsepsi;
4)      Konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.

4.      Peran Guru Dalam Problem Based Learning
           Menurui Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBL, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru dalam kelas PBL antara lain sebagai berikut:
1)      Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari;
2)      Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan;
3)      Memfasilitasi dialog siswa;
4)      Mendukung belajar siswa.

5.      Assessment dan Evaluasi
           Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pengajaran berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.
           Tugas asessement dan evaluasi yang sesuai untuk model pengajaran berdasarkan masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternative yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asessementmelakukan pengamatan, asessement merummuskan pertanyaan, asessement merumuskan sebuah hipotesis dan sebagainya.





BAB III
KESIMPULAN
           Model pembelajaran merupakan suatu alat yang dipergunakan untuksuatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.Model pembelajaran dibentuk untuk membuat pembelajaran dapat mencapai target yang diinginkan.
           Dalam metode pembelajaran kontestual (Contextual Teaching Learning), siswa dituntut untuk bisa mengaplikasikan konsep yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata yang ada di lingkungan sosial. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa tidak hanya belajar dari menghafal, tetapi siswa harus mengalammi dan mengaplikasikan apa yang diketahuinya, sehingga siswa akan dapat mengkonstruksikan dan mentransfer permasalahan dari konteks permasalahan yang satu kepada permasalahan yang lain.
           CooperativeLearning, adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil, dimana dalam kelompok ini siswa dituntut untuk mampu saling berbagi, baik itu pendapat, masalah, ataupun saling bertanya. Sehingga dalam metode pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat aktif, maka dari itu pembelajaran cooperative akan mampu meningkatkan solidaritas antar siswa.
           Problem Based Learning, atau pembelajaran berdasarkan masalah, metode pembelajaran ini mengaitkan pelajaran dengan masalah yang ada di sekitar siswa, dimana model pembelajaran ini akan menuntut siswa supaya berpikir kritis untuk dapat menemukan jalan supaya dapat memecahkan masalah tersebut, namun masalah dalam metode pembelajaran ini yaitu sulitnya mencari masalah yang relevan antara pelajaran yang dibahas dengan masalah yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
-         Trianto, Mendesain Model Pembelajan Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
-         Hanifah Nanang dan Suhana Cucu, Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama, 2010

MODEL PEMBELAJARAN (Contextual teaching learing, Cooverative Learning dan Problem Based Learning) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: In sepiring inovation

0 komentar:

Post a Comment