BAB I HUKUM WARIS BW
Bahwa penduduk Indonesia terbagi dalam tiga golongan, yaitu:
1. Warga negara Indonesia asli (bumi putera)
2. Warga negara Indonesia timur Asing, yang terdiri dari:
a. Timur asing keturunan tionghoa.
b. Timur asing bukan keturunan tionghoa (Arab, India, dan lain-lain yang
menundukan diri)
3. Warga negara Indonesia keturunan Eropa.
Dengan melihat adanya perbedaan tersebut, maka timbul pertanyaan, hukum
waris BW tersebut berlaku untuk golongan warga negara yang mana?
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat kita ketahui
sebagai berikut:
1. Bagi orang-orang Indonesia asli pada pokoknya berlaku hukum adantnya
yang berlaku di berbagai daerah yang disebabkan oleh berbagai factor, bagi
warga negara Indonesia asli yang beragama Islam terdapat pengaruh nyata dari
hukum Islam.
2. Bagi golongan timur asing.
a. Timur asing keturunan Tionghoa, berdasarkan stb. 1917-129, berlaku hukum
waris BW (buku II title 12 sampai dengan 18, pasal 830-1130).
b. Timur asing lainnya (India, Arab, dll) berlaku hukum waris adat mereka
masing-masing yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali untuk wasiat
umum berdasarkan stb. 1924-556 tunduk pada BW.
c. Bagi golongan Eropah tunduk pada hukum waris BW.
Jika kita amati dari adanya pembedaan tersebut, maka akan menimbulkan
suatu pertanyaan lagi, bagaimanakah jika antara ahli waris dengan pewaris
tunduk pada hukum yang berbeda? Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat kita
ketahui dari duku Dr. R. Wirjono Prijodikoro, S.H “Hukum Antar Golongan di
Indonesia”, yang sudah jelas dinyatakan sudah ada pasal tidak tertulis dari
hukum antar golongan yang tetap yaitu bahwa hukum warisan yang berlaku pada
pokoknya dikuasai hukum yang berlaku bagi golongan pewaris.
A. Pengertian Hukum Waris dan Terjadinya Pewarisan
1. Pengertian Hukum Waris
Hukum waris merupakan hukum yang
mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang
meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.
Pada asasnya yang dapat diwariskan hanya hak-hak dan
kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.
2. Cara Mewaris
Mewaris berdasarkan UU, terbagi kedalam dua bagian
yaitu atas dasar kedudukan sendiri dan atas dasar penggantian. Dan mewaris
dapat berdasarkan testament.
3. Subjek Hukum Waris
Pewaris:
Ø Pewaris sudah meninggal dunia atau diduga meninggal
dunia
Ø Meninggalkan harta
Ø Diduga meninggal dengan meninggalkan harta
Ahli Waris:
Ø Sudah lahir pada saat warisan terbuka (Pasal 836 KUH
Perdata) yang menjelaskan bahwa kematian seseorang merupakan syarat utama dari
terjadinya pewarisan.
Pada asasnya, yang dapat diwariskan “hanya hak-hak dan
kewajiban dibidang hukum kekayaan saja”.
Tentang kapan terjadinya pewarisan dapat kita lihat
dari pasal 830 BW yang menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena
kematian. Jadi jelaslah bahwa kemetian seseorang tersebut merupakan syarat
utama dari terjadinya pewarisan. Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka
seluruh harta kekayaannya beralih kepada ahli waris.
B. Syarat Pewarisan
Syarat-syarat ahli waris:
1.
Mempunyai hak
atas harta peninggalan si pewaris, yang timbul karena:
a.
Hubungan darah
(pasal 832)
b.
Karena wasiat
(pasal 874 BW)
2.
Harus sudah ada
dan masih ada ketika si pewaris meninggal dunia (pasal 836 BW), dengan tetap
memperhatikan ketentuan dari pasal 2 BW, yang menyatakan bahwa anak yang masih
dalam kandungan dianggap telah lahir jika kepentingan si anak itu menghendaki,
namun jika dilahirkan dalam keadaan mati maka dianggap tidak pernah ada.
3.
Ahli waris harus
patut mewaris atau onwaarding.
4.
Orang yang
menolak harta warisan.
Orang yang tidak patut mendapatkan warisan menurut
pasal 838 BW:
1.
Mereka yang
telah di jatuhi hukuman karena dipersalahkan atautelah membunuh atau mencoba
membunuh si pewaris.
2.
Yang dipersalahkan
oleh hakim karena secara fitnah telah mengadukan si pewaris, yang dengan
pengaduan tersebut pewaris diancam dengan pidana penjara, selama lima tahun
atau lebih berat.
3.
Mereka yang
dengan kekerasan atau paksaan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau
mencabut surat wasiatnya.
4.
Mereka yang
telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.
Jika kita tinjau dari syarat pewarisan di atas,maka
timbul suatu pertanyaan, bagaimanakah jika antara dua yang saling mewaris
meninggal dalam waktu yang sama?
Dari ketentuan pasal 831 BW dapat diketahui jika
terjadi dua orang atau lebih yang sama atau lebih yang saling mewaris itu
meninggal dalam waktu yang sama atau hamper bersamaan namun tidak dapat
dibuktikan siapa yang meninggal terlebih dahulu maka diantara keduanya saling
mewaris.
1. Meninggal Bersama-sama Antara Pewaris dan Ahli Waris
Pasal 831 BW: malapetaka yang sama; jika tidak
diketahui siapa yang meninggal terlebih dahulu, tidak saling mewaris harus
dibuktikan, selisih 1 detik dianggap tidak meninggal bersama-sama.
2. Hak dan kewajiban Pewaris dan Ahli Waris
a. Pewaris
Hak pewaris berkaitan dengan testament, sedangkan
kewajiban memperhatikan pembatasan bagian mutlak (legitime portie).
LP merupakan bagian tertentu dari ahli waris tertentu
yang yang tidak dapat disingkirkan. Pasal 914 Bw mengenai ahli waris yang
mempunyai hak LP anak sah. Pasal 915 BW tentang LP orang tua. Pasal 916 tentang
LP anak luar kawin.
b. Ahli Waris
Hak ahli waris:
1.
Menentukan sikap
terhadap harta peninggalan.
2.
Menerima,
diam-diam, tegas.
3.
Menerima dengan
catatan (beneficiare)
Kewajiban ahli waris:
1.
Memelihara H.P
2.
Cara pembagian
warisan
3.
Melunasi hutang
4.
Melaksanakan
wasiat
3. Pewaris dan Ahli Waris
Pada umumnya syarat pokok dari keduanya adalah orang
yang bebas, mereka untuk menentukan kemauannya. Dari pasal 895 dapat kita
ketahui bahwa untuk membuat suatu hibah wasiat haruslah orang yang sehat
pikirannya, dengan demikian orang ini bukanlah orang gila dan bukan pula orang
yang sedang sakit hingga mengigau, dan bukan pula orang yang sedang mabuk
karena minum-minuman keras.
Jika seseorang yang membuatnya dalam keadaan tidak
sehat maka wasiatnya dapat ditentang keabsahannya oleh keluarganya, ataupun
oleh orang lain yang berkepentingan.
Orang yang ada di bawah pengampunan karena pemboros,
menurut ketentuasn pasal 446 ayat 3 BW berhak untuk membuat/mengadakan hibah
wasiat. Akan tetapi orang yang sedang dirawat di rumah sakit jiwa, menurut
ketentuan dari pasal 37, 41, dan 43 reglement krankzinnigen wezen atau reglemen
mengenai orang gila Stb. 1897-54 tidak berkuasa untuk membuat hibah wasiat.
4. Ketentuan Usia
Menurut B W orang yang berhak untuk mengadakan
perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa, namun penyimpangan dalam hal
ini yaitu bahwa seseorang yang belum dewasa asalkan sudah mencapai 18 tahun
sudah boleh untuk membuat surat wasiat yang sah.
5. Tidak Ada kekhilafan
Ketentuan pasal 890 BW, memberikan kemungkinan bahwa
suatu surat wasiat dianggap tidak sah atau batal jika terdapat kekhilafan,
sehingga apabila si pembuat surat wasiat tersebut mengetahui hal tersebut
mungkin tidak akan demikian.
6. Tidak Ada Paksaan
Dari pasal 893 BW dapat diketahui bahwa surat wasiat
menjadi batal jika pembuatannya terdapat paksaan atau penipuan, namun hal ini
haruslah dibuktikan tentang adanya paksaan ataupun penipuan. Tetapi paksaan ini
tidak dapat dituntut, apabila paksaannya sudah berhenti, namun si peninggal
warisan tetap menyetujui surat wasiat tersebut, baik secara tegas ataupun
secara diam-diam.
7. Hibah Wasiat Antara Suami-Istri
Dalam pasal 901 BW, menetapkan bahwa perkawinan yang
masih dapat dibatalkan, jika salah satu suami atau istri meninggal maka yang
ditinggalkan tidak dapat menerima warisan secara testamen.
Untuk istri atau suami yang ditinggalkan yang kemudian
kawin lagi namun daari suami atau istri yang sebelumnya telah mempunyai anak
tidak dapat diberi harta warisan dengan testamen atau surat wasiat atas
barang-barang dengan hak eigendom yang lebih dari bagian yang diterima anak.
Antara suami atau istri dimana terjadi campur harta
kekayaan, masing-masing hanya dapat menghibahkan bagiannya atau harta
masing-masing.
0 komentar:
Post a Comment