Ini Merupakan blog pribadi saya, sebagai arsip pribadi yang bisa disaksikan untuk umun dan semoga bermanfaat, Berisi Ilmu Pendidikan, Info Unik, Terbaru, Cerita Seru, Tugas Kuliah, dan Masih banyak lagi.

Thursday, 29 January 2015

Hukum Waris dan Syarat Pewarisan (part 2)

BAB I HUKUM WARIS BW


Bahwa penduduk Indonesia terbagi dalam tiga golongan, yaitu:
1.      Warga negara Indonesia asli (bumi putera)
2.      Warga negara Indonesia timur Asing, yang terdiri dari:
a.       Timur asing keturunan tionghoa.
b.      Timur asing bukan keturunan tionghoa (Arab, India, dan lain-lain yang menundukan diri)
3.      Warga negara Indonesia keturunan Eropa.
Dengan melihat adanya perbedaan tersebut, maka timbul pertanyaan, hukum waris BW tersebut berlaku untuk golongan warga negara yang mana?
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat kita ketahui sebagai berikut:
1.      Bagi orang-orang Indonesia asli pada pokoknya berlaku hukum adantnya yang berlaku di berbagai daerah yang disebabkan oleh berbagai factor, bagi warga negara Indonesia asli yang beragama Islam terdapat pengaruh nyata dari hukum Islam.
2.      Bagi golongan timur asing.
a.       Timur asing keturunan Tionghoa, berdasarkan stb. 1917-129, berlaku hukum waris BW (buku II title 12 sampai dengan 18, pasal 830-1130).
b.      Timur asing lainnya (India, Arab, dll) berlaku hukum waris adat mereka masing-masing yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali untuk wasiat umum berdasarkan stb. 1924-556 tunduk pada BW.
c.       Bagi golongan Eropah tunduk pada hukum waris BW.
Jika kita amati dari adanya pembedaan tersebut, maka akan menimbulkan suatu pertanyaan lagi, bagaimanakah jika antara ahli waris dengan pewaris tunduk pada hukum yang berbeda? Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat kita ketahui dari duku Dr. R. Wirjono Prijodikoro, S.H “Hukum Antar Golongan di Indonesia”, yang sudah jelas dinyatakan sudah ada pasal tidak tertulis dari hukum antar golongan yang tetap yaitu bahwa hukum warisan yang berlaku pada pokoknya dikuasai hukum yang berlaku bagi golongan pewaris.

A.    Pengertian Hukum Waris dan Terjadinya Pewarisan

1.      Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.
Pada asasnya yang dapat diwariskan hanya hak-hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.

2.      Cara Mewaris

Mewaris berdasarkan UU, terbagi kedalam dua bagian yaitu atas dasar kedudukan sendiri dan atas dasar penggantian. Dan mewaris dapat berdasarkan testament.

3.      Subjek Hukum Waris

Pewaris:
Ø  Pewaris sudah meninggal dunia atau diduga meninggal dunia
Ø  Meninggalkan harta
Ø  Diduga meninggal dengan meninggalkan harta
Ahli Waris:
Ø  Sudah lahir pada saat warisan terbuka (Pasal 836 KUH Perdata) yang menjelaskan bahwa kematian seseorang merupakan syarat utama dari terjadinya pewarisan.
Pada asasnya, yang dapat diwariskan “hanya hak-hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja”.
Tentang kapan terjadinya pewarisan dapat kita lihat dari pasal 830 BW yang menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Jadi jelaslah bahwa kemetian seseorang tersebut merupakan syarat utama dari terjadinya pewarisan. Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka seluruh harta kekayaannya beralih kepada ahli waris.

B.     Syarat Pewarisan

Syarat-syarat ahli waris:
1.      Mempunyai hak atas harta peninggalan si pewaris, yang timbul karena:
a.       Hubungan darah (pasal 832)
b.      Karena wasiat (pasal 874 BW)
2.      Harus sudah ada dan masih ada ketika si pewaris meninggal dunia (pasal 836 BW), dengan tetap memperhatikan ketentuan dari pasal 2 BW, yang menyatakan bahwa anak yang masih dalam kandungan dianggap telah lahir jika kepentingan si anak itu menghendaki, namun jika dilahirkan dalam keadaan mati maka dianggap tidak pernah ada.
3.      Ahli waris harus patut mewaris atau onwaarding.
4.      Orang yang menolak harta warisan.
Orang yang tidak patut mendapatkan warisan menurut pasal 838 BW:
1.      Mereka yang telah di jatuhi hukuman karena dipersalahkan atautelah membunuh atau mencoba membunuh si pewaris.
2.      Yang dipersalahkan oleh hakim karena secara fitnah telah mengadukan si pewaris, yang dengan pengaduan tersebut pewaris diancam dengan pidana penjara, selama lima tahun atau lebih berat.
3.      Mereka yang dengan kekerasan atau paksaan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
4.      Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.
Jika kita tinjau dari syarat pewarisan di atas,maka timbul suatu pertanyaan, bagaimanakah jika antara dua yang saling mewaris meninggal dalam waktu yang sama?
Dari ketentuan pasal 831 BW dapat diketahui jika terjadi dua orang atau lebih yang sama atau lebih yang saling mewaris itu meninggal dalam waktu yang sama atau hamper bersamaan namun tidak dapat dibuktikan siapa yang meninggal terlebih dahulu maka diantara keduanya saling mewaris.

1.      Meninggal Bersama-sama Antara Pewaris dan Ahli Waris

Pasal 831 BW: malapetaka yang sama; jika tidak diketahui siapa yang meninggal terlebih dahulu, tidak saling mewaris harus dibuktikan, selisih 1 detik dianggap tidak meninggal bersama-sama.

2.      Hak dan kewajiban Pewaris dan Ahli Waris

a.      Pewaris

Hak pewaris berkaitan dengan testament, sedangkan kewajiban memperhatikan pembatasan bagian mutlak (legitime portie).
LP merupakan bagian tertentu dari ahli waris tertentu yang yang tidak dapat disingkirkan. Pasal 914 Bw mengenai ahli waris yang mempunyai hak LP anak sah. Pasal 915 BW tentang LP orang tua. Pasal 916 tentang LP anak luar kawin.

b.      Ahli Waris

Hak ahli waris:
1.      Menentukan sikap terhadap harta peninggalan.
2.      Menerima, diam-diam, tegas.
3.      Menerima dengan catatan (beneficiare)
Kewajiban ahli waris:
1.      Memelihara H.P
2.      Cara pembagian warisan
3.      Melunasi hutang
4.      Melaksanakan wasiat

3.      Pewaris dan Ahli Waris

Pada umumnya syarat pokok dari keduanya adalah orang yang bebas, mereka untuk menentukan kemauannya. Dari pasal 895 dapat kita ketahui bahwa untuk membuat suatu hibah wasiat haruslah orang yang sehat pikirannya, dengan demikian orang ini bukanlah orang gila dan bukan pula orang yang sedang sakit hingga mengigau, dan bukan pula orang yang sedang mabuk karena minum-minuman keras.
Jika seseorang yang membuatnya dalam keadaan tidak sehat maka wasiatnya dapat ditentang keabsahannya oleh keluarganya, ataupun oleh orang lain yang berkepentingan.
Orang yang ada di bawah pengampunan karena pemboros, menurut ketentuasn pasal 446 ayat 3 BW berhak untuk membuat/mengadakan hibah wasiat. Akan tetapi orang yang sedang dirawat di rumah sakit jiwa, menurut ketentuan dari pasal 37, 41, dan 43 reglement krankzinnigen wezen atau reglemen mengenai orang gila Stb. 1897-54 tidak berkuasa untuk membuat hibah wasiat.

4.      Ketentuan Usia

Menurut B W orang yang berhak untuk mengadakan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa, namun penyimpangan dalam hal ini yaitu bahwa seseorang yang belum dewasa asalkan sudah mencapai 18 tahun sudah boleh untuk membuat surat wasiat yang sah.

5.      Tidak Ada kekhilafan

Ketentuan pasal 890 BW, memberikan kemungkinan bahwa suatu surat wasiat dianggap tidak sah atau batal jika terdapat kekhilafan, sehingga apabila si pembuat surat wasiat tersebut mengetahui hal tersebut mungkin tidak akan demikian.

6.      Tidak Ada Paksaan

Dari pasal 893 BW dapat diketahui bahwa surat wasiat menjadi batal jika pembuatannya terdapat paksaan atau penipuan, namun hal ini haruslah dibuktikan tentang adanya paksaan ataupun penipuan. Tetapi paksaan ini tidak dapat dituntut, apabila paksaannya sudah berhenti, namun si peninggal warisan tetap menyetujui surat wasiat tersebut, baik secara tegas ataupun secara diam-diam.

7.      Hibah Wasiat Antara Suami-Istri

Dalam pasal 901 BW, menetapkan bahwa perkawinan yang masih dapat dibatalkan, jika salah satu suami atau istri meninggal maka yang ditinggalkan tidak dapat menerima warisan secara testamen.
Untuk istri atau suami yang ditinggalkan yang kemudian kawin lagi namun daari suami atau istri yang sebelumnya telah mempunyai anak tidak dapat diberi harta warisan dengan testamen atau surat wasiat atas barang-barang dengan hak eigendom yang lebih dari bagian yang diterima anak.
Antara suami atau istri dimana terjadi campur harta kekayaan, masing-masing hanya dapat menghibahkan bagiannya atau harta masing-masing.

Hukum Waris dan Syarat Pewarisan (part 2) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: In sepiring inovation

0 komentar:

Post a Comment