BAB X PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN
BW di pasal 1066 dengan tegas menyatakan bahwa:
a.
Tidak seorang
ahli warispun dapat dipaksa untuk membiarkan harta peninggalan tidak
terbagi-bagi.
b.
Pembagian harta
peninggalan dapat dilakukan sewaktu-waktu, namun diberikan suatu kemungkinan
untuk menangguhkan pembagiannya, penangguhan ini dapat dilakukan selama lima
tahun dan dengan persetujuan para ahli waris dapat diperpanjang 5 tahun lagi.
Pembagian harta peninggalan ini dapat dituntut
pelaksanaannya pleh waris, orang yang membeli suatu barang atas sebagian dari
harta peninggalan, creditur para ahli-ahli waris. Namun legataris dan crediteur
peninggal harta pewaris tidak dapat menuntut. Bagi seorang legataris hanya
dapat menuntut penyerahan barang yang diberikan secara legaat dan crediteur
peninggal warisan hanya dapat menagih pembayaran utangnya dan dapat pula
menyita barang warisan untuk dijual sevaha lelang.
Untuk para ahli waris yang tidak cakap bertindak, baik
itu karena belum dewasa dibawah pengampuan, atau wanita-wanita yang
bersuamimenurut ketentuan pasal 1070 BW maka dapat diwakili oleh wali, pengampu
atau untuk wanita yang bersuami jika dalam perkawinannya antara suami danistri
tidak ada percampuran kekayaan, maka istri sendirilah yang dapat menuntut,
sedangkan jika terjadi percampuran kekayaan maka suami mewakili istrinya.
Seorang ahli waris tidak akan kehilangan haknya untuk
menuntut pembagian harta peninggalan karena lampau waktu (kadaluarsa), namun
oleh pasal 1068 BW diberikan perkecualian yaitu jikalau seorang ahli waris
telah memegang suatu harta peninggalan selama 30 tahun.
Pembagian harta peninggalan tersebut menurut ketentuan
daripasal 1071 ayat 2 BW, harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan
oleh pasal 1072 BW, yaitu:
a.
Harus dihadiri
oleh weeskamer (balai harta
peninggalan)
b.
Harus didepan
notaris, yang dipilih sendiri oleh para ahli waris
c.
Harus ada
perincian barang dan harta peninggalan
d.
Jika terdapat
barang-barang yang harus di taksir harganya, maka untuk saham maupun efek
dilakukan atas dasar catatan resmi, sedang untuk yang lainnya harus ditaksir
oleh 3 orang juru taksir yang disumpah oleh pejabat Pamong Praja.
A. Pelaksanaan Testament
Pelaksanaan testament (excuteur testamentair) yang dapat ada, namun dapat pula ditiadakan.
Untuk adanya pelaksanaan testament dapat dilakukan dengan menunjuk. Oleh pasal
1005 BW ditentukan bahwa pelaksanaan testament ini dapat ditunjuk dalam
testament, dalam angka bawah tangan yang ditulis, diberi tanggal dan di tanda
tangani oleh peninggal warisan (condicil)
atau dapat pula dalam akta notaris “istimewa”. Istimewa disini menunjuk pada
sifat akta tersebut yang isinya tentang hal-hal yang harus dilakukan setelah si
peninggal harta warisan tersebut meninggal dunia.
Tentang siapa-siapa yang tidak dapat menjadi pelaksana
testamen, oleh pasal 1006 BW ditentukan sebagai berikut:
1.
Wanita yang
bersuami, kecuali dengan bantuan suaminya.
2.
Orang yang belum
dewasa.
3.
Orang yang
dibawah pengampuan.
4.
Orang-orang yang
menurut hukum dianggap tidak cakap bertindak.
Perlu diingat bahwa pasal diatas bahwa mereka itu
tidak dapat ditunjuk, pasal diatas hanya menyatakan bahwa orang-orang tersebut
tidak dapat menjadi pelaksana, jadi orang tersebut dapat saja di tunjuk selaku
pelaksana testament.
B. Lingkup Kerja Pelaksana Testament
Dari istilah yang dipakai, yaitu pelaksanaestamen,
maka dapatlah kita simpulkan bahwa tugas dan kerjanya adalah melaksanakan
testmen. Hal ini dapat kita simpulkan dari ketentuan pasal 1011 BW yang
menyatakan bahwa pelaksanaan testament harus berusaha agar testament
dilaksanakan, dan jika terjadi perselisihan, maka ia berkuasa untuk
mempertahankan sahnya perselisihan di muka hakim.
Ketentuan si pelaksana testamen ini, jika tidak
diikuti oleh kekuasaan terhadap barang-barang dari harta peninggalan, maka ia
hanya berkuasa untuk memperingatkan para ahli waris untuk memenuhi kewajibannya
serta memperingatkan para legataris akan ha-haknya.
Dari pasal 1012 BW dapat disimpulkan bahwa jika tidak
ada uang tunai dalam harta warisan untuk memenuhi legaat, maka pelaksana
testamen dapat melakukan penjualan barang-barang bergerak dari warisan bila
perlu dapat melakukan penjualan barang-barang tak bergerak dengan seizing para
ahli waris ataupun hakim. Penjualan ini haruslah dilakukan di tempat umum.
Pelaksana testamen jugaberhak untuk menagih piutang si
peninggal warisan sekedar pituang yang sudah harus dibayar atau jatuh tempo.
Selain dari kekuasaan diatas, maka pelaksanaan
testamen berhak untuk menyuruh agar dilakukan penyegelan terhadap barang-barang
warisan, jika diantara ahli waris terdapat ahli waris yang belum cukup umur
atau ada di bawah pengampunan yang ada pada waktu si pewaris meninggal dunia
tidak ada wali ataupun pengampu hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1009 BW,
dan selanjitnya pasal 1010 BW, menetapkan bahwa ia berhak untuk menyuruh membuat inventarisasi barang-barang
warisan dengan dihadiri oleh para ahli waris yang ada di Indonesia atau setelah
dilakukan pemanggilan secara patut.
Disamping itu, pelaksanaan testamen dapat pula member
tanggung jawab kepada para ahli waris untuk apabila ia telah selesai mengurus
harta warisanatu jika telah lampau waktu satu tahun yang dihitung sejak ia
dapat melakukan tugasnya.
Jika dalam testamen terdapat penetapan, dimana si
pelaksana testamen oleh peninggal warisan di bebaskan untuk melakukan kewajiban
menginventarisir barang-barang warisan maka penetapan ini batal, hal ini sesuai
dengan ketentuan pasal 1018 BW.
C. Pengurus Harta Peninggalan
Pengurus harta peninggalan diatur oleh BW dalam pasal
1019 sampai dengan pasal 1022 BW. Dimulai dari pasal 1019 BW yang menetapkan
bahwa pewaris berhak untuk menunjuk seseorang pengurus harta peninggalan untuk
selama waktu tertentu atau selama hidupnya ahli waris. Si peninggal warisan ini
dapat menunjuk pengurus harta warisan hanya hak memetik hasil yang diberikan
kepada ahli waris yang di bawah umur atau yang ada di bawah pengampunan.
Selanjutnya jika pengurus harta peninggalan ini karena
suatu hal kemudian berhalangan untuk melaksanakan tugasnya, dan oleh si pewaris
tidak ditentukan penggantinya maka hakim harus menunjuk penggantinya setelah
mendengarkan pendapat dari jaksa (1020 BW).
Cara penunjuk pengurus harta peninggalan ini oleh
pasal 1019 BW ditentukan dalam testamen atau di dalam akta notaris khusus dan
tidak boleh dalam akta bawah tangan.
Dengan penunjukan tersebut maka seseorang yang
ditunjuk dapat menolak penunjukannya (1021 BW), namun jika ia tidak menolak,
maka ia harus melakukan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Bagi
seorang pengurus harta peninggalan yang tidak ditentukan upahnya oleh pewaris,
maka pengurus harta peninggalan ini dapat memperhitungka upahnya menurut pasal
411 BW yaitu 1 ½ % dari yang diterima oleh anak yang dibawah perwaliannya untuk
harta warisan, atau 2% pengeluaran, atau 3% dari hasil.
D. Pembayaran Utang Pewaris
Tentang pembayaran utang si peninggal warisan ini
diatur oleh pasal 1100 sampai dengan pasal 1111 BW, ysng pada pasal 1100 nya
menyatakan bahwa:
1.
Kewajiban
membayar utang hanya dibebankankepada ahli waris yang menerima harta
peninggalan tanpa syarat
2.
Besar kecilnya
beban membayar utang ini disesuaikan dengan yang mereka terima.
Seorang ahl waris yang diberi bagian berupa barang tak
bergerak, sedangkan benda tak bergerak tersebut terdapat beban hipotek, maka ia
wajib membayar beban hipotek tersebut, namun jika yang dibayarkan tersebut
melebihi bagiannya maka ia berhak untuk meminta kekurangannya pada ahli waris
yang lainnya.
E. Pemisahan Harta Kekayaan
Pemisahan harta kekayaan (boedel-afscheiding), diatur dalam pasal-pasal 1107 sampai dengan
1111 BW, dimana dalam pasal 1107 BW dinyatakan bahwa crediteur pewaris berhak
untuk menuntut kepada ahli waris agar harta warisan dipisahkan dengan harta
kekayaan pribadinya. Dalam kedudukan ini karena legaris juga sebagai crediteur,
maka ia juga berhak menuntut demikian. Dengan demikian maka pertama-tama yang
digunakan untuk melunasi adalah harta warisan.
Jika harta warisan tidak mencukupi maka diambilkan
dari harta kekayaan pribadinya. Jika terjadi tuntuatan untuk memisahkan harta
tersebut, maka dalam waktu enam bulan terhitung sejak meninggalnya pewaris maka
mereka dapat menyuruh dilakukan pencatatan di kantor pendaftaran tanah. Jika
hal ini terjadi maka tanah tersebut oleh ahli waris tidak boleh dibebani dengan
hipotek, apalagi di jual, ataupun tindakan lainnya yang merugikan crediteur
atau legataris.
Hak untuk menuntut pemisahan ini akan menjadi hapus
setelah tiga tahun. Pasal 1111 BW memberikan ketentuan bahwa crediteur dari
ahli waris tidak dapat menuntut pemisahan tersebut.
F. Cara Pembagian Harta Peninggalan
Setelah selesainya perhitungan-p-erhitungan, maka
selanjutnya dilakukan pembagian harta peninggalan. Sisa dari perhitungan
tersebut dibagi-bagi kepada para ahli waris sesuai dengan bagiannya
masing-masing dengan persetujuan semua ahli waris.
Dari ketentuan pasal 1079 ayat 2 BW ditentukan cara
pembagiannya adalah:
1.
Masing-masing
ahli waris menerima barang-barang tertentu yang nilainya sesuai dengan
perhitungan untuk bagiannya ( ½ , ¼ , ¾ , dsb).
2.
Masing-masing
ahli waris menerima barang-barang dari harta peninggalan ada yang memiliki
kelebihan nilai dan ada yang kurang dengan ketentuan yang kelebihan harus
memberikan secara tunai kepada yang kurang, hingga bagiannya menjadi sesuai
dengan perhitungan.
Setelah selesai pembagian tersebut, maka berarti para
ahli waris telah dianggap pemilik barang-barang tersebut terhitung surut sejak
meninggalnya pewaris.
G. Pembatalan
Ketentun dari pasal 1071 BW ayat 2 ditentukan bahwa
pembagian harta peninggalan tersebut dapat batal jika tidak memenuhi ketentuan
pasal 1072 BW, sedangkan menurut pasal 1112 BW, pembagian tersebut dapat
dibatalkan jika:
1.
Dilakukan dengan
paksaan.
2.
Adanya penipuan.
3.
Apabila salah
seorang atau lebih ahli waris yang dirugikan hingga mencapai ¼ bagian yang
diakibatkan oleh salah taksir.
Pembagian harta peninggalan tersebut dimungkinkan pula
dilakukan oleh si pewaris dalam suatu testamen atau dalam akta notaris.
0 komentar:
Post a Comment