Ini Merupakan blog pribadi saya, sebagai arsip pribadi yang bisa disaksikan untuk umun dan semoga bermanfaat, Berisi Ilmu Pendidikan, Info Unik, Terbaru, Cerita Seru, Tugas Kuliah, dan Masih banyak lagi.

Thursday, 29 January 2015

Legitime Portie (part 10)



BAB IX LEGITIME PORTIE

A.    Pengertian

Sebagaimana telah kitaketahui, bahwa seseorang itu berhak untuk memberikan hartanya kepada siapa saja. Bebas, walaupun orang yang diberi tersebut tidak memiliki hubungan pertalian saudara, namun kebebasan tersebut adalah terbatas oleh ketentuan undang-undang. Pembatasan tersebut adalah merupakan upaya undang-undang untuk melindungi orang-orang yang termasuk keluarga sedarah dari si peninggal warisan.
Bagi mereka ini undang-undang telah memberikan bagian tertentu yang tidak boleh dikurangi dengan cara apapun oleh si pewaris/peninggal harta warisan. Bagian ini sering disebut dengan bagian mutlak atau legitime portie dan orang-orang yang mempunyai hak ini sering disebut dengan legitimaris.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut memperoleh kedudukan sebagai legitimaris adalah:
1.      Orang tersebut adalah keluarga sedarah dalam garis lurus.
2.      Orang tersebut adalah merupakan ahli waris menurut ketentuan undang-undang pda saat si peninggal warisan meninggal dunia.
Contoh:                                                    
            P meninggal dunia dengan meninggalkan 2 orang anak yaitu D dan D. Legitimaris adalah C dan D, sebab adalah keluarga sedarah P dalam garis lurus C dan D tersebut adalah ahli waris ab-intestato.
            P meninggal dunia dengan meninggalkan A (kakek), B dan C (saudara). A bukan legitimaris, karena pada waktu meninggalnya P, A bukan ahli waris. Dan C dan B juga bukan karena tidak merupakan sedarah dalam garis lurus.
Legitime portie ini harus dihitung apabila:
1.      Salah satu atau beberapa ahli waris menuntut haknya.
2.      Atau, salah satu/beberapa orang ahli waris/legitimaris masih ada di bawah umur (minder jarig).

1.      Legitime Portie Masing-masing Legitimaris


1.      Legitime portie untuk anak keturunan yang sah adalah sebagai berikut:
a.       Satu orang anak LP-nya adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
b.      Dua orang anak LP-nya adalah 2/3 dari bagian menurut undang-undang.
c.       Tiga orang anak LP-nya adalah ¾ dari bagian menurut undang-undang.
2.      LP untuk keluarga sedarah dalam garis lurus keatas adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
3.      LP untuk anak luar kawin adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
Jadi dengan adanya ketentuan tentang bagian mutlak atau LP ini dapat kita simpulkan bahwa, seseorang boleh saja mewariskan atau menghibahkan hartanya kepada orang lain namun tidak boleh mengurangi bagian mutlak dari ahli waris, jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini maka dilakukan pemotongan atau sering disebut dengan istilah “incorting” dengan urutan-urutan sebagai berikut:
a.       Yang harus dikurangi terlebih dahulu adalah wasiat.
b.      Jika wasiat belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
c.       Pengurangan terhadap beberapa wasiat harus dilakukan dengan perbandingan (undha-usuk, jawa).

2.      Cara Menghitung Legitime Portie


1.      Harta peninggalan sewaktu peninggal warisan meninggal dunia, dihitung dan diinventarisir untuk mengetahui berapa nilai harganya.
2.      Nilai harga dari barang-barang yang mungkin ketika si peninggal warisan masih hidup diberikan ditambahkan dengan yang di atas.
3.      Jumlah di atas dikurangi dengan utang-utang yang pernah dibuat oleh si peninggal warisan.
4.      Sisa dari pengurangan tersebut menjadi dasar perhitungan LP.

3.      Legitime Portie dan Penggantian Tempat

LP seseorang dapat digantikan oleh ahli warisnya/keturunannya. Hal ini adalah sesuai dengan pasal 914 BW pada ayat terakhir yang menyatakan  bahwa, jika ada anak yang telah meninggal terlebih dahulu, kedudukan anak yang telah meninggal lebih dahulu dapat digantikan oleh keturunannya.
Contoh:
A meninggal dunia dengan meninggalkan 2 orang anak B dan C, serta Ca dan Cb anak sah dari C. LP untuk B dan C adalah dari bagian menurut UU.
LP B = 2/3 x ½ = 1/3
LP C = 2/3 x ½ = 1/3
Jika C telah meninggal dulu dan digantikan Ca dan Ca, maka LP Ca = AL Cb = ½ x 1/3 =1/6.

4.      Dalam Hal Legitimaris Menolak atau Tidak Patut Menerima

Besarnya LP adalah dikaitkan dengan besarnya warisan menurut undang-undang, sedangkan adanya penolakan harta warisan sangat mempengaruhi besarnya harta warisan, demikian juga adanya seseorang yang dianggap tidak patut menerima juga mempengaruhi besarnya harta warisan. Dengan demikian timbul pertanyaan, apakah dengan adanya penolakan atau ketidak patuhan ahli waris untuk menerima mempengaruhi besar kecilnya LP? Jawabannya adalah: tidak, ada ataupun tidak penolakan harta warisan ataupun adanya yang dianggap tidak patut tetap tidak mempengaruhi besarnya LP.
Dalam keadaan biasa F, G dan H masing-masing menerima 1/3 dari LP masing-masing adalah ¾ x 1/3 =1/4.
Jika F dinyatakan tidak patut atau menyatakan menolak harta warisan, maka LP G dan H menjadi ½ ataukah tetap ¼ ?
Untuk menjawabnya perlu kita ketahui bahwa BW menganut system romawi, dimana ditetapkan hak mutlak dari tiap-tiap ahli waris secara individual, maka untuk menghitung dan menetapkan besarnya LP tetap pula diperhitungkan anak-anak atau ahli waris legitimaris yang dinyatakan tidak patut menerima maupun yang menolak warisan.

a.      Incorting

Seperti telah diutarakan dimuka bahwa jika terjadi pelanggaran terhadap Lp sehingga hak mutlak tidak dapat dicapai besarnya maka diadakan pemotongan atau incorting terhadap wasiat, dan jila masih belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
Contoh Kasus:
a.       Meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang anak yaitu B dan C, disamping itu meninggalkan wasiat yang isinya menerangkan X sebagai ahli waris dengan bagian ¾ dari seluruh harta warisan. Jumlah harta warisan A senilai Rp. 120 juta. Para legitimaris menurut LP. Bagaimana penyelesaiannya?
Harta peninggalan A senilai Rp. 120 juta.
Pelaksanaan wasiat kepada X = ¾ x Rp. 120 juta = Rp. 90 juta.
Sisa = Rp 120 juta
            Rp. 90 juta -
Rp. 30 juta
            Pembagian menurut undang-undang:
            B = C, masing-masing = ½ x Rp. 30 juta = Rp. 15 juta
            Penghitungan LP
            LP B = LP C masing-masing = 2/3 x ½ x Rp. 120 juta = RP 40 juta.
Jadi B dan C tidak boleh menerima kurang dari Rp. 40 juta karena itu merupakan hak mutlakya, padahal mereka masing-masing baru menerima Rp. 15 juta, jadi masing-masing kurang = Rp. 40 juta – Rp 15 juta, atau total (B+C) kurang = Rp. 50 juta.
Kekurangan tersebut diambil dari wasiat.
Kesimpulan:
B menerima Rp. 40 Juta.
C menerima Rp. 40 juta
Terhadap X dilakukan pemotongan atau incorting, yaitu:
Rp. 90 juta – Rp. 50 juta = Rp. 40 juta
Jadi yang diterima X = Rp 40 juta.

b.      Checking

Dimaksudkan untuk meneliti apakah yang diterima B, C dan D tersebut sudah mencukupi LP nya ataukah belum.

B.     Inbreng (Pemasukan)

Inbreng adalahpemasukan kembali ke dalam harta peninggalan, hibah-hibah/pemberian-pemberian si peninggal warisan ketika masih hidup, tentang apa yang dimasukkan kembali ditentukan oleh pasal 1086 dan 1096 BW, adalah sebagai berikut:
1.      Semua hibah oleh si pewaris (peninggal warisan ketika masih hidup).
2.      Segala sesuatu yang telah diberikan kepada ahli waris.
3.      Segala hal yang telah diberikan kepada ahli waris untuk memberikan kedudukan dalam masyarakat atau satu jabatan atau pekerjaan kepada ahli waris.
4.      Segala sesuatu yang dimasukan untuk membayar utang-utang si ahli waris.
5.      Segala sesuatu yang merupakan pesangon perkawinan.
Namun disamping itu ada beberapa hal yang merupakan pemberian pewaris akan tetapi tidak perlu untuk dimasukkan kembali, yang oleh 1097 BW ditentukan antara lain:
1.      Biaya nafkah dan biaya pendidikan ahli waris.
2.      Biaya belajar guna perdagangan, kerajinan tangan, kebudayaan, dan perusahaan.
3.      Biaya perkawinan da pakaian yang perlu untuk hidup setelah perkawinan.
4.      Biaya untuk membayar upah kepada orang yang menggantikan ahli warisuntuk wajib militer.

Yang Wajib Melakukan Inbreng

Harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1.      Ahli waris dalam garis lurus ke bawah.
2.      Shli waris yang pernah menerima hibah pada saat si pewaris masih hidup.
Jadi pada prinsipnya orang yang melakukan inbreng adalah ahli waris dalam garis lurus ke bawah yang pernah menerima hibah diwajibkan melakukan inbreng, kecuali dengan tegas di bebaskan untuk tidak melakukan inbreng, baik itu pembebasan yang dicantumkan dalam akta hibah, akta autentik lainnya, ataupun dalam surat wasiat. Sehingga dalam pengertian ini pula keluarga sedarah yang tidak dalam garis lurus ke bawah, walaupun pernah menerima hibah tidak diwajibkan melakukan inbreng, kecuali secara tegas diwajibkan oleh pewaris dlam suatu akta autentik atau dalam surat wasiat.
Contoh Kasus :
1.      A meninggal pada tahun 1959. Di tahun 1955, A menghibahkan kepada anaknya berupa sebidang sawah, yaitu kepada B. Apakah B wajib melakukan inbreng?
Dalam hal ini wajib melakukan inbreng, karena:
-          B merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah, dan B pernah menerima hibah.
-          Pada tahun 1978 F meninggal dunia, sebelum F menghibahkan kepada anaknya (V) sebidang sawah, dan kepada cucunya, yaitu Xa dan Xb masing-masing sebuah rumah. Ahli warisnya adalah V, W dan X. Siapakah yang wajib melakukan inbreng?
-          Untuk mengetahuinya, perlu kita pahami lagi syarat-syarat yang wajib inbreng yaitu:
a). Ahli waris dalam garis lurus ke bawah
b). Pernah menerima hibah.
Oleh karena itu dapatlah kita ketahui bahwa yang wajib melakukan inbreng adalah V, sedangkan Xa dan Xb tidak wajib inbreng, sebab F meninggal dunia Xa dan Xb bukan ahli waris F.
2.      Pada tahun 1976 A meninggal dunia, sebelum meninggal A telah menghibahkan kepada B sebuah rumah, dan kepada C sebidang sawah. B menolak warisan sedangkan C dinyatakan tidak patut mewaris.
Apakah B dan C wajib inbreng atau tidak?
B dan C tidak wajib inbreng karena bukan ahli waris A.
Pada tahun 1985 A meninggal dunia, ia pernah menghibahkan kepada B sebuah rumah.
B meninggal dunia pada tahun 1979 dengan meninggalkan 2 orang anak yaitu Ba dan Bb. Ahli waris A adalah C dan D (anak A) serta Bad an Bb dari B.
Dalam hal ini apakah Ba dan Bb wajib inbreng?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perhatikan pasal 1089 ayat 3 yang menyatakan bahwa cucu yang menjadi ahli waris selaku pengganti orang tuanya yang telah meninggal dunia terlebih dahulu maka ia harus melakukan inbreng.
Dengan demikian maka Bad an Bb wajib melakukan inbreng.
3.      P meninggal dunia pada tahun 1985, sebelum meninggal ia pernah menghibahkan sebidang tanah pekarangan kepada anaknya yaitu D, yang mana D ini telah memiliki 2 orang anak yaitu Dad an Db. Anak P ada tiga orang, yaitu C, D dan E, namun karena mereka membunuh P, oleh hakim dijatuhi hukuman karena membunuh P. Oleh karena itu mereka tidak patut mewaris, oleh karena itu pula ahli waris P adalah Dad an Db yang mewaris karena dirinya sendiri.
Apakah Dad an Db wajib inbreng?
Menurut pasal 1089 ayat 2 BW dinyatakan bahwa seorang anak yang karena kedudukannya sendiri memperoleh harta warisan yang tidak perlu memasukan atau inbreng pemberian kakek neneknya kepada orang tuanya. Dengan demikian sehubungan dengan kasus di atas maka Dad an Db tidak wajib inbreng.
4.      Pada tahun 1959 A meninggal dunia dengan meninggalkan 3 orang anak, yaitu B, C dan D. Pada tahun 1954 A memberikan hibah kepada D sebesar Rp. 10.000,00. Harta peninggalan A senilai Rp. 50.000,00. Bagaimana penyelesaian pembagian warisannya?
Penyelesaian :
Harta warisan A senilai     Rp. 50.000,00
Inbreng                              Rp. 10.000,00 +
                                                      Rp. 60.000,00
Ahli waris A adalah B, C dan D
Bagian B = C = D + 1/3 x Rp. 60.000,00 = Rp. 20.000,00.

Legitime Portie (part 10) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: In sepiring inovation

0 komentar:

Post a Comment